Tulisan 1
A. Konsep Sehat
Konsep sehat adalah konsep yang timbul dari diri kita sendiri secara sadar mengenai berbagai upaya untuk mendapatkan status sehat bagi tubuh kita. Pemahaman konsep sehat ini juga bisa diartikan sebagai keseimbangan, keserasian, keharmonisan antara faktor pikir (akal), jiwa (mental/spiritual), dan raga (fisik, lahiriah). Pada zaman keemasan Yunani, sehat merupakan keadaan standar yang harus dicapai dan dibanggakan.
Konsep sehat dapat ditinjau dari berbagai sudut pandang yang berbeda, misalnya:
• Konsep sehat dipandang dari sudut fisik secara individu, ialah seseorang dikatakan sehat bila semua organ tubuh dapat berfungsi dalam batas-batas normal sesuai dengan umur dan jenis kelamin.
• Konsep sehat dipandang dari sudut ekologi, ialah sehat berarti proses penyesuaian antara individu dengan lingkungannya. Proses penyesuaian ini berjalan terus-menerus dan berubah-ubah sesuai dengan perubahan lingkungan yang mengubah keseimbangan ekologi dan untuk mempertahankan kesehatannya orang dituntut untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan.
Secara umum ada beberapa definisi dari konsep sehat yang dapat dijadikan sebagai acuan, yaitu :
• Konsep sehat yang tercantum dalam pembukaan konstitusi WHO (1948) yang berbunyi sebagai berikut : “Health is atage of complete physical, mental and social wellbeing and not merely the absence of disease or infirmity. (Sehat adalah keadaan seimbang yang sempurna, baik fisik, mental dan sosial, tidak hanya bebas dari penyakit dan kelemahan.)”
• Konsep sehat menurut Parson. Sehat adalah kemampuan optimal individu untuk menjalankan peran dan tugasnya secara efektif.
• Konsep sehat menurut Undang-Undang Kesehatan RI No. 23 Tahun 1992. Sehat adalah keadaan sejahtera tubuh, jiwa, sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis.
• Konsep sehat menurut Roy. Sehat adalah suatu kontinum dari meninggal sampai dengan tingkatan tertinggi sehat. Sehat merupakan suatu keadaan dan proses dalam upaya menjadikan dirinya terintegrasi secara keseluruhan, yaitu fisik, mental, dan sosial.
• Konsep sehat menurut Perkin (1938). Sehat merupakan suatu keadaan seimbang yang dinamis antara bentuk dan fungsi tubuh dengan berbagai faktor yang berusaha memmengaruhinya (Azwar, 1984)
Definisi Sehat terkini, yang dipakai dibeberapa negara maju seperti Kanada, mengutamakan konsep sehat-produktif, sehat adalah sarana atau alat untuk hidup sehari-hari secara produktif.
B. Sejarah Perkembangan Kesehatan Mental
Sejarah kesehatan mental tidaklah sejelas sejarah ilmu kedokteran.terutama pada masalah mental seseorang bukan merupakan fisik seseorang yang bisa diamati dan terlihat. Berbeda dengan gangguan fisik yang dapat dengan relatif mudah dideteksi,orang yang mengalami gangguan kesehatan mental paling sering sekli yang tidak terdeksi, di karenakan hal ini karena mereka sehari – hari hidup bersama sehingga tingkah laku – tingkah laku yang mengindikasikan gangguan mental, dianggap hal yang biasa, bukan sebagai gangguan.
Krisis kesehatan mental yang saat ini belum begitu mendapat perhatian yang serius .tingkat pendidikan yang beragam dan terbatasnya ilmu pengetahuan mengenai perilaku manusia turut membawa dampak kurangnya kepekaan masyarakat terhadap anggotanya yang mestinya mendapatkan pertolongan dibidang kesehatan mental. Oleh karena itu, kita bisa mengetahui mengenai sejarah perkembangan kesehatan mental, terutama di amerika dan eropa. Semoga uraian sejarah berikut dapat menjadisebuah referensi berbagai pandangan mengenai kesehatan mental yang saat ini ada diindonesia.
C. Pendekatan Kesehatan Mental
Seseorang dapat dikatankan mencapai taraf kesehatan jiwa, jika ia dapat kesempatan untuk mengembangkan potensialitasnya menuju kedewasaan, ia bisa menghargai orang lain dan dirinya sendiri, ada 3 teori dalam kesehatan mental, yaitu :
a. Orientasi klasik
Sehat secara mental artinya tidak ada masalah ataupun keluhan mental, artinya seseorang dapat dikatakan dan dianggap sehat juika orang tersebut tidak mempunyai kelakukan dan perasaan tertentu, seperti rasa rendah diri, rasa lelah, cemas, ketegangan, dll yang dapat menimbulkan perasaan sakit atau tidak sehat yang dapat mengganggu kegiatan sehari-hari.
b. Orientasi penyesuaian diri
Ukuran sehat secara mental didasarkan juga pada hubungan antara individu dengan lingkungannya. Orang yang sehat secara psikologis adalah orang yang mampu mengembangkan dirinya sesuai dengan tuntutan orang lain serta lingkungan sekitarnya. Penentuan derajat kesehatan mental bukan hanya dilihat berdasarkan jiwanya tetapi juga dengan proses perkembangan dalam lingkungannya.
c. Orientasi perkembangan potensi
Keharmonisan antara pikiran dan perasaan dapat mebuat tidakan seseorang tampak matang dan wajar, dalam mencapai beberapa taraf kesehatan jiwa, jika seseorang dapat kesemoatan untuk mengembangkan potensialitasnya menuju kedewasaan, bisa menghargai dirinya sendiri dan bisa di hargai oleh orang lain.
Referensi :
• Semiun, Yustinus. 2006. Kesehatan Mental 1. Yogyakarta: Kanisius.
• Kholil Rochman Lur. 2010. Kesehatan Mental. Purwokerto : Fajar Media Press.
Tulisan 2
D. Teori Kepribadian Sehat
a. Aliran Psikoanalisa
Psikoanalisis adalah cabang ilmu yang dikembangkan oleh sigmun freud dan para pengikutnya. Pada dasarnya manusia di tentukan oleh energy psikis dan pengalaman-pengalaman diri. Kepribadian sehat menurut psikoanalisa adalah :
• Manusia di dorong oleh dorongan seksual agresif
• Perkembangan dini penting karena msalah-masalah kepribadian berakar pada konflik-konflik masa kanak-kanak yang depresi
• Motif –motif dan konflik tidak sadar adalah sentral dalam tingkah laku sekarang
• Manusia sebagai homo valens dengan berbagai dorongan dan keinginan
• Individu bersifat egois, tidak bermoral dan tidak mau tahu kenyataan
Dalam aliran psikoanalisis manusia adaah korban dari tekanan konflik dan biologis pada masa kanak-kanak.
b. Aliran Behaviorisme
Manusia tidak di anggap memiliki sikap diri sendiri. Kepribadian sehat aliran behaviorisme yaitu :
• Mementingkan faktor lingkungan
• Sifatnya mekanis
• Mementingkan masa lalu
• Mementingkan pada faktor bagian
• Menekankan pada tingkah laku yang nampak dengan mempergunakan metode obyektif
c. Aliran Humanistik
Dalam aliran humanistic bersifat optimistic, menjadi lebih baik dan berharap pada individu. Setiap manusia mampu untuk menjadi yang lebih bai. Setiap individu dapat mengatasi masalah atau kejadian buruk dalam masa lalunya.
Referensi :
• Semiun, Y.2006.Kesehatan mental 1.Yogyakarta : KANISIUS
• Hall, C.S dan Lindzey, G.1993.Teori-teori psikodinamik (klinis).Yogyakarta : KANISIUS
Tulisan 3
E. Penyesuaian diri dan Pertumbuhan
Definisi Penyesuaian Diri
Dalam istilah psikologi, penyesuaian disebut dengan istilah adjusment. Adjustment merupakan suatu hubungan yang harmonis dengan lingkungan fisik dan sosial (Chaplin, 2000: 11). Manusia dituntut untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial, kejiwaan dan lingkungan alam sekitarnya.
Schneiders (1964: 51) mendefinisikan penyesuaian diri sebagai berikut:
“A process, involving both mental and behavioral responses, by which an individual strives to cope successfully with inner, needs, tensions, frustration, and conflicts, and to effect a degree of harmony between these inner demands and those imposed on him by objective world in which the lives”.
Penyesuaian diri merupakan proses yang meliputi respon mental dan perilaku yang merupakan usaha individu untuk mengatasi dan menguasai kebutuhan-kebutuhan dalam dirinya, ketegangan-ketegangan, frustasi, dan konflik-konflik agar terdapat keselarasan antara tuntutan dari dalam dirinya dengan tuntutan atau harapan dari lingkungan di tempat ia tinggal.
Berdasarkan beberapa definisi yang telah dipaparkan, dapat disimpulkan bahwa penyesuaian diri merupakan suatu proses dinamis yang bertujuan untuk mengubah perilaku individu agar terjadi hubungan yang lebih sesuai antara diri individu dengan lingkungannya.
Scheneiders (1964: 51) mengemukakan beberapa kriteria penyesuaian yang tergolong baik (well adjusment) ditandai dengan:
1. Pengetahuan dan tilikan terhadap diri sendiri,
2. Obyektivitas diri dan penerimaan diri,
3. Pengendalian diri dan perkembangan diri
4. Keutuhan pribadi,
5. Tujuan dan arah yang jelas,
6. Perspektif, skala nilai dan filsafat hidup memadai,
7. Rasa humor,
8. Rasa tanggung jawab,
9. Kematangan respon,
10. Perkembangan kebiasaan yang baik,
11. Adaptabilitas,
12. Bebas dari respon-respon yang simptomatis (gejala gangguan mental),
13. Kecakapan bekerja sama dan menaruh minat kepada orang lain,
14. Memiliki minat yang besar dalam bekerja dan bermain,
15. Kepuasan dalam bekerja dan bermain, dan
16. Orientasi yang menandai terhadap realitas.
Schneiders (1964: 51) mengungkapkan bahwa individu yang memiliki penyesuaian diri yang baik (well adjustment person) adalah mereka dengan segala keterbatasannya, kemampuannya serta kepribadiannya telah belajar untuk bereaksi terhadap diri sendiri dan lingkungannya dengan cara efisien, matang, bermanfaat, dan memuaskan. Efisien artinya bahwa apa yang dilakukan individu tersebut dapat memberikan hasil yang sesuai dengan yang diinginkan tanpa banyak mengeluarkan energi, tidak membuang waktu banyak, dan sedikit melakukan kesalahan. Matang artinya bahwa individu tersebut dapat memulai dengan melihat dan menilai situasi dengan kritis sebelum bereaksi. Bermanfaat artinya bahwa apa yang dilakukan individu tersebut bertujuan untuk kemanusiaan, berguna dalam lingkungan sosial, dan yang berhubungan dengan Tuhan. Selanjutnya, memuaskan artinya bahwa apa yang dilakukan individu tersebut dapat menimbulkan perasaan puas pada dirinya dan membawa dampak yang baik pada dirinya dalam bereaksi selanjutnya. Mereka juga dapat menyelesaikan konflik-konflik mental, frustasi dan kesulitan-kesulitan dalam diri maupun kesulitan yang berhubungan dengan lingkungan sosialnya serta tidak menunjukkan perilaku yang memperlihatkan gejala menyimpang.
Selain itu, Schneiders (1964: 52) mengemukakan penyesuaian diri bersifat relatif, hal tersebut dikarenakan beberapa hal berikut:
• Penyesuaian diri merupakan kemampuan individu untuk mengubah atau memenuhi banyaknya tuntutan yang ada pada dirinya. Kemampuan ini dapat berbeda-beda pada masing-masing individu sesuai dengan kepribadian dan tahap perkembangannya.
• Kualitas penyesuaian diri yang dapat berubah-ubah sesuai dengan situasi masyarakat dan kebudayaan tempat penyesuaian diri dilakukan.
• Adanya perbedaan dari masing-masing individu karena pada dasarnya setiap individu memiliki saat-saat yang baik dan buruk dalam melakukan penyesuaian diri, tidak terkecuali bagi individu yang memiliki penyesuaian diri yang baik (well adjustment) karena terkadang ia pun dapat mengalami situasi yang tidak dapat dihadapi atau diselesaikannya.
Variasi Penyesuaian Diri
Schneiders (1964: 429) mengungkapkan setiap individu memiliki pola penyesuaian yang khas terhadap setiap situasi dan kondisi serta lingkungan yang dihadapinya. Bagaimana individu menyesuaikan diri di lingkungan rumah dan keluarganya, di sekolahnya, bagaimana individu dapat menyesuaikan diri dengan dirinya sendiri, serta cara menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial menentukan adanya variasi penyesuaian diri (Varietas of Adjustment), artinya adanya klasifikasi penyesuaian diri yang berdasarkan pada masalah dan situasi yang dihadapi dan berkaitan dengan tuntutan lingkungan. Empat variasi penyesuaian diri yang lebih penting dan krusial dalam kehidupan seorang manusia yaitu:
• Penyesuaian dengan dirinya sendiri (Personal Adjustment)
• Penyesuaian sosial (Social Adjustment)
• Penyesuaian diri dengan pernikahan (Marital Adjustment)
• Penyesuaian diri dengan pekerjaan (Vocational Adjustment)
Definisi Pertumbuhan
Pertumbuhan dapat diartikan sebagai perubahan kuantitatif pada materil sesuatu sebagai akibat dari adanya pengaruh lingkungan. Perubahan kuantitatif ini dapat berupa pembesaran atau pertambahan dari tidak ada menjadi ada, dari kecil menjadi besar, dari sedikit menjadi banyak, dari sempit menjadi luas, dan lain lain. (Drs. Wasty Soemanto, M.Pd, 1998 : 44)
F. Pertumbuhan Personal
Manusia merupakan makhluk individu. Manusia itu disebut individu apabila pola tingkah lakunya bersifat spesifik dirinya dan bukan lagi mengikuti pola tingkah laku umum. Ini berarti bahwa individu adalah seorang manusia yang tidak hanya memiliki peranan-peranan yang khas didalam lingkungan sosialnya, melainkan juga mempunyai kepribadian serta pola tingkah laku spesifik dirinya. Kepribadian suatu individu tidak sertamerta langsung terbentuk, akan tetapi melalui pertumbuhan sedikit demi sedikit dan melalui proses yang panjang.
Setiap individu pasti akan mengalami pembentukan karakter atau kepribadian. Dan hal itu membutuhkan proses yang sangat panjang dan banyak faktor yang mempengaruhinya terutama lingkungan keluarga. Hal ini disebabkan karena keluarga adalah kerabat yang paling dekat dan kita lebih banyak meluangkan waktu dengan keluarga. Setiap keluarga pasti menerapkan suatu aturan atau norma yang mana norma-norma tersebut pasti akan mempengaruhi dalam pertumbuhan individu. Bukan hanya dalam lingkup keluarga, tapi dalam lingkup masyarakat pun terdapat norma-norma yang harus di patuhi dan hal itu juga mempengaruhi pertumbuhan individu.
Dengan adanya naluri yang dimiliki suatu individu, dimana ketika dapat melihat lingkungan di sekitarnya maka secara tidak langsung maka individu akan menilai hal-hal di sekitarnya apakah hal itu benar atau tidak, dan ketika suatu individu berada di dalam masyarakat yang memiliki suatu norma-norma yang berlaku maka ketika norma tersebut di jalankan akan memberikan suatu pengaruh dalam kepribadian, misalnya suatu individu ada di lingkungan masyarakat yang disiplin yang menerapkan aturan-aturan yang tegas maka lama-kelamaan pasti akan mempengaruhi dalam kepribadian sehingga menjadi kepribadian yang disiplin, begitupun dalam lingkungan keluarga, semisal suatu individu berada di lingkup keluarga yang religius maka individu tersebut akan terbawa menjadi pribadi yang religius.
Terjadinya perubahan pada seseorang secara tahap demi tahap karena pengaruh baik dari pengalamaan atau empire luar melalui panca indra yang menimbulkan pengalaman dalam mengenai keadaan batin sendiri yang menimbulkan reflexions.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan individu, yaitu:
• Faktor Biologis
Semua manusia normal dan sehat pasti memiliki anggota tubuh yang utuh seperti kepala, tangan , kaki dan lainya. Hal ini dapat menjelaskan bahwa beberapa persamaan dalam kepribadian dan perilaku. Namun ada warisan biologis yang bersifat khusus. Artinya, setiap individu tidak semua ada yang memiliki karakteristik fisik yang sama.
• Faktor Geografis
Setiap lingkungan fisik yang baik akan membawa kebaikan pula pada penghuninya. Sehingga menyebabkan hubungan antar individu bisa berjalan dengan baik dan mencimbulkan kepribadian setiap individu yang baik juga. Namun jika lingkungan fisiknya kurang baik dan tidak adanya hubungan baik dengan individu yang lain, maka akan tercipta suatu keadaan yang tidak baik pula.
• Faktor Kebudayaan Khusus
Perbedaan kebuadayaan dapat mempengaruhi kepribadian anggotanya. Namun, tidak berarti semua individu yang ada didalam masyarakat yang memiliki kebudayaan yang sama juga memiliki kepribadian yang sama juga.
Dari semua faktor-faktor di atas dan pengaruh dari lingkungan sekitar seperti keluarga dan masyarakat maka akan memberikan pertumbuhan bagi suatu individu. Seiring berjalannya waktu, maka terbentuklah individu yang sesuai dan dapat menyesuaikan dengan lingkungan sekitar.
• Aliran Asosiasi
Perubahan terhadap seseorang secara bertahap karena pengaruh dan pengalaman atau empiri (kenyataan) luar, melalui panca indera yang menimbulkan sensasiton (perasaan) maupun pengalaman mengenai keadaan batin sendiri yang menimbulkan reflektion.
• Psikologi Gestalt
Pertumbuhan adalah proses perubahan secara perlahan-lahan pada manusia dalam mengenal sesuatu secara keseluruhan, baru kemudian mengenal bagian-bagian dari lingkungan yang ada.
• Aliran Sosiologi
Pertumbuhan adalah proses sosialisasi yaitu proses perubahan dari sifat yang semula asosial maupun sosial kemudian tahap demi tahap disosialisasikan.
Pertumbuhan individu sangat penting untuk dijaga dari sejak lahir agar bisa tumbuh menjadi individu yang baik dan berguna untuk sesamanya.
Referensi :
• Chaplin,J.P. (a.b. Kartini Kartono). (2001). Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta: Rajawali Pers.
• Schneiders, A. (1964). Personal Adjustment and Mental Health. New York: Rinehart & Winston.
• Wasty, Soemanto, Drs, MPd. (1998). Psikologi Pendidikan. PT Rineka Cipta. Jakarta.
• Yusuf,S. (2004). Psikologi perkembangan anak dan remaja. Bandung : PT Remaja Rosdakarya Offset.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar